Sebuah Tanya (?)
oleh
Hasan Nurdin
Terkadang dalam kehidupan ada sepercik makna-makna yang begitu indah dengan rapih dan penuh misteri, dimana manusia jarang merasakan dan menemukannya.
Suatu ketika kita berpikir hidup memang memilukan, terkadang kebenaran awal dari kesalahan atau pun sebaliknya. Tak ada yang tahu bagaimana kehidupan di masa yang akan datang akankah menjadi suatu keberhasilan atau malah sebaliknya. Kini pikirku terbelenggu dalam kehampaan duduk diatas papan yang dingin terdiam didalam ruangan 2 kali 4 meter persegi, yang ditemani oleh secangkir kopi hangat, sebatang rokok magnum dan dialuni suara gemericik air dari aquarium yang ada pada pojok kamarku yang penuh kehampahaan, serasa dunia ini semakin sepi dan terkadang aku berpikir adakah hari di mana orang yang terbelenggu kehampahaan tampa sepatah pemikiran tetapi dia masih merasa tak pernah ada rasa keputusasaan.
Perlahan ku hisap sebatang rokok lalu aku nikmati secangkir kopi dengan penuh tanda tanya,
“sampai kapan hidup ini akan terus begini! lalu apa yang harus kuperbuat saat ini?”.
Dengan pintu yang terbuka kupandangi tanaman hias yang ada di depan ruangan ini, menari-nari yang terpa angin lembut yang membelai setiap helai daunnya, sesekali terlihat lemah dan layu satu persatu daunnya mengering dan jatuh dan seketika tumbuh daun muda menggantikan daun yang telah layu dan berguguran, Entah berapa lama ia bertahan melawan panas dan hujan tampa pemikiran sukar keinginan berjalan berpindah tempat yang tebih aman.
Aku mulai beranjak dari tempat dudukku yang penuh tanda tanya.berjalan menapaki jalan setapak, aku melihat disamping kiri pandanganku ada sebuah gang sempit ada seorang kakek tua yang berpakaian compang-camping dan berbagi makanan yang sedikit kepada seekor kucing yang kelaparan.
“kenapa masih ada orang tak punya apa-apa masih bisa berbagi sesama mahluk hidup” Pikiran ku serentak bertanya tanya.
Jika dipikir-pikir kakek itu sendiri saja yang hanya berprofesi sebagai pemulung masih jauh dari rasa cukup akan dahaga yang seharian bekeliling komplek hanya untuk mencari rongsokan, yang terkadang sebagian orang menganggapnya sebagai barang yang tak berharga yang memang semestinya di buang. Tetapi dimata kakek tersebut barang rongsokan tersebut ada barang yang sangat berharga demi mempertahankan hidupnya dan menyambung hari demi hari yang ia harus lewati.
Kakek tersebut membagi sama rata makanannya dengan seekor kucing lalu ia mengambil kucing tersebut dan menaruhnya diatas pangkuannya. Pelahan sikakek menyuapi makanannya kepada sikucing tersebut, seketika itu pula yang tadinya kakek tersebut bermuka letih, karena berkeliling seharian penuh hanya untuk mencari nafkah yang tidak seberapa hasilnya dan beban dari pekerjaannya tersebut amat begitu berat bagi seorang kakek tua, seketika menunjukan wajah yang amat kebahagiaan yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Seretak mekanisme otaku mulai bertanya-tanya
“kenapa kakek tersebut seketika berwajah bahagia dan terlihat seakan-akan yang ia suapi bukan seekor hewan jalanan yang menjijikan, melaikan sedang memberikan makanan tersebut kepada orang di sangat cintainya?”. Serentak rasa repi yang menyelimuti diri bergetar dan tak bisa berkata sepatah katapun atas penomena yang terjadi di depan mataku sendiri.
Mataku menyapu seluruh pamandangan yang bisa terjangkau dengan kedua lensa ku ini. Tak terasa aku begitu lama berdiri di sini sebaiknya aku kermbali karena langit mulai menampakkan gelap sepertinya sebentar lagi akan turun hujan lagi, sebaikan aku bergegas pulang. sesaat diriku sampai seketika hujan mulai turun gemericik hujan yang bising membisukan suara kehudupan yang sedang berputar, angin dingin yang mulai membelai tubuhku menusuk membisukan nadi dalam tubuhku, waktu yang berputar menujukan tak ada tanda-tanda keceriaan, dengan hawa dingin yang menyelimuti diri ku matikan lampu dalam ruangan dan serentak ku termenung dalam angan-angan yang terombang-ambing dengan retorika kehidupan,
Dalam renungku, aku berhayal berinteraksi dengan diriku yang lain. Aku memulai perbincangan yang seakan-akan terasa nyata, mata yang tertutup membuat suasana ini semakin terasa nyata dan seketika diriku memulai percakapan. Pikiran ku serentak bertanya tanya.
“apakah kau adalah sisilain dari diriku ?” dengan bayangan yang terlihat semu tersebut menjawab sambil tertawa kecil
“heh…bukan !” aku mendengar jawabannya merasa heran dan semakin membuatku bertanya-tanya, dengan rasa penasaran aku melanjutkan pertanyaanku.
“lalu jika kau memang bukan diriku yang lain, lalu kau ini siapa, mengapa kau ada dalam renunganku ?”
“aku adalah dirimu!, tapi aku adalah yang asli sedangkan kau tidak lebih dari seutas gambar yang tercermin dari sebuah lukisan.”
“kau salah, kau itu haya sebuah bayanganku yang terlahir dari imajinasiku. Bayang menjawab dengan tertawa terbahak-bahak dan mengelak dari jawaban yang telah ku lontarkan
“HA..HA..HA.. kau yang tak tahu dan tak mengerti, bahwa aku lah yang asli..”
“jika dirimu mengetahui, ingatlah kata-kataku ini sebuah cermin selamanya takan pernah sama dengan gelas kaca walaupun dibuat dari bahan yang sama”.
Bayang dalam imazi seketika menghilang dari ingatanku yang tersisa hanyalah kata-kata yang membuatku bertanya-tanya apa maksud dari
“sebuah cermin selamanya takan pernah sama dengan gelas kaca walaupun dibuat dari bahan yang sama” dan membelenggu pikiranku
setelah aku terbangun dari renungku lalu kunyalakan lampu dindingpun menangis menjadi lembab suara gesekan jarum jam yang menyat mekanisme tanya menjadi candu, aku sunggu tak mengerti dengan apa yang terjadi pada diriku ini.
Hujan terdengar semakin deras. Sederas air mata yang terjatuh seketika di kedua pipiku, entah mengapa seakan hidup ini begitu melelahkan untuk dijalani, walau kaki ini masih bisa untuk terus melangkah. Begitu bosan telinga ini mendengar ocehan zaman metropolis yang penuh penderitaan dan tanya.
“Apa mungkin ini sebuah bentuk keegoisanku? Aku menatap langit-langit kamar dengan menyeka linangan air mata untuk kesekian kalinya, dengan pemikiranku yang penat dan tak tahu harus melakukan apa-apa.
Pahit benar kalau dirasa baik-baik hanya berbaring tanpa melakukan apa-apa. Waktu semakin larut jam menunjukan pukul 11:00 malam dan sekian waktu mataku semakin tersayut dan mulai tenggelam dalam lelap, dengan harapan bisa melupakan keluh kesah ddimana hari yang membuaku tak mengerti.
Di keesokan harinya aku terbangun dan berdoa agar hari ini bisa lebih baik dari hari yang telah berlalu. Pagi ini aku membaca sebuah artikel di media masa (Koran), yang di mana dalam artikel tersebut memaparkan bahwa pelaku tindak korupsi yang bernama Setya Novanto telah ditangangkap oleh pihak yang berwajib dan penangkapan pelaku pencurian sepeda motor di jogjakarta, terkadang aku bingung dengan apa yang kulihat.
“Orang jahat selalu bahagia, tapi kenapa orang baik tidak? Orang jahat selalu di atas, lalu kenapa orang baik selalu ditindas? Apa hidup tak seadil yang aku kira? Hidup ini memang sulit. Akan tetapi jika dipikir lebih lanjut memang sulit jika hidup terus mencari sebuah keadilan” pikirku.
Tak sedikit aku mendengar bahwa hidup ini memang harus kita lewati semua kesulitan itu dan Tuhan tahu bagaimana karakter kita dan bersabarlah itulah kuncinya. Jika di tinjau lebih lanjut kesabaran manusia ada batasannya dan pada hakikatnya tidak ada manusia yang sempurna di mata Tuhan semua terlihat sama.
“zaman ini memang memilukan, sudah tidak bisa lagi membedakan mana yang memang benar dan salah” pikirku!.
Setelah itu aku beranjang dari tempat tidurku yang nyaman dan empuk, karena waktu telah menunjukan pukul 07:00, aku memaksakan diriku untuk pergi mandi dengan rasa kantuk yang masih melekat pada kedua mataku ini. Lalu setelah aku selesai mandi aku berdiri di depan cermin,ketika aku memandangi diriku yang ada pada cermin, lagi-lagi otakku mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan yang seakan-akan menjadi sebuah tanya yang membuat diriku penasaran, dan terkadang pertanyaan yang keluar dari isi kepala ini sungguh tidak masuk akal walaupun pertanyaan ini kebanyakan mempertanyakan sebuah sekidupan
“ yah kehidupanku sendiri ”.
kini pertanyaan yang sebisat dari pemikiran ku adalah apa makna dari sebuah kehidupan,
“pikirku makna dari sebuah kehidupan adalah sebuah perjalanan yang dimana banyak pertanyaan yang harus diungkap satu persatu”.
Kategori: Cerpen, Karya Sastra
Tag: cerpen, dilatasi mimpi